Bisakah Kamu Membedakan Alpaca dengan Llama?

Saya pun sering salah menyebutnya, “itu Alpaca!” “Bukan, itu Llama!” Setelah mempelajarinya dan berinteraksi langsung, barulah saya paham.

Alpaca memiliki telinga yang lebih pendek, sementara Llama bertelinga lebih panjang yang berbentuk seperti sebuah pisang. Untuk ukuran rata2 Llama lebih besar dan berbobot bantet ketimbang Alpaca. Uniknya Llama berwajah lebih tirus (yak! Kamu cocok memakai tipe kacamata apa saja) sementara Alpaca lebih hmmm berwajah lebih acuh tak acuh.

Alpaca cenderung memiliki bulu dan serat yang lebih lebat ketimbang sepupunya, Llama. Konon kata para penggembala di selatan Amerika, Llama memiliki pemikiran yang lebih merdeka, jadi cenderung cuek. Sedang Alpaca lebih memiliki naluri pelindung dan pemimpin. Dan telah lebih dari 5000 tahun, Alpaca, diberdayakan untuk pemanfaatan bulu dan seratnha yang memang dapat berfungsi sebagai penghangat, dan tentu dagingnya dapat pula di jadikan hidangan di Peru.

“Sini! Duduk, dan lihat ke bawah. Sungai Urubamba dan pertanian wilayah Sacred Valley.” Ajak Mama Rosario pada saya & Yudi untuk duduk bersantai di pinggir lembah Patabamba.

Setelah beberapa detik terpana memandang bentangan panorama lanskap Sacred Valley, belum sempat kami bertanya, ia langsung menyambar “Ya, kita berada di The Balcony of Sacred Valley”. Inilah teras di puncak lembah Patabamba yang sejak awal kami penasaran dimana letaknya.

Dari ketinggian sekitar 4000 mdpl (yang sedikit agak membuat kepala pusing bagi pendatang), di teras ini Mama Rosario menjelaskan Sungai Urubamba yang membelah Sacred Valley, yang mengalir dari Pisac menuju Ollantaytambo. Di Sudut pandang yang berbeda, dari bawah, di wilayah pertanian memandang keatas puncak-puncak perbukitan, termasuk titik teras ini dibahas di laman IG Yunaidi pada foto yang berjudul “Dibawah Bayang Lembah Suci”.

“Kita besok akan ke bawah ke persawahan tersebut, dan kamu akan menengok ke atas, ke titik dimana kita berada sore ini” sahut Omar, rekan kami penerjemah bahasa Quechua, sembari menandakan bahwa di rumah Mama Rosario hidangan makan malam telah menanti.

“Plus teh daun coca dong ya?” Celetuk saya sambil menyengir, sebab teh daun coca asli pegunungan Andes memang terbukti ampuh bagi kami untuk memperlancar peredaran darah ketika berada di ketinggian.